Pada tanggal 21 Desember 2013, kami memulai perjalanan menuju Gunung Penanggungan dengan berkumpul dari tempat pemberhentian bus sebelum masuk tol Gresik - Surabaya, tepatnya di roomokalisari pada pukul 6 pagi. Kami merencanakan perjalanan menggunakan angkutan umum. Awalnya kami naik bus jurusan Tambak Osowilangun yang akhirnya berangkat pukul 7 pagi. Kami turun di terminal Pandaan pada pukul 08.30 dan melanjutkan perjalanaan menuju jalur Candi Jolotundo dengan menyewa angkutan umum. Tetapi kami tidak sampai turun di depan lokasi candi karena waktu itu sedang ada perbaikan jalan dari jalan raya trawas menuju candi Jolotundo.
Sebelum
melakukan pendakian, kami sempatkan diri untuk mengabadikan momen bagus
di sekitar candi Jolotundo. Kami bertemu satu keluarga besar berasal
dari Srilanka yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 4 anaknya. Mereka
menikmati suasana dengan berendam di kolam khusus wanita.
Setelah puas mengambil foto - foto di sekitar candi, pada pukul 11.40 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak penanggungan melalui jalur pendakian di sebelah candi jolotundo.
Perjalanan menuju puncak tidaklah mudah. Awalnya perjalanan kami lancar hingga kami bertemu sebuah pertigaan yang membingungkan, beruntung salah seorang kawan yang sudah berpengalaman menunjukkan arah kiri. Setalah berjalan kira - kira 100 meter, kami bertemu dengan warga setempat menjelang pertigaan Batu Talang dan candi anak. Dari Batu Talang ini kami merasa jalan buntu dan harus kembali menemui warga tadi. Petunjuk mereka ambil arah kiri sampai ke Batu Talang.
Gunung
Penanggungan merupakan gunung berapi yang sedang tidur atau sedang dalam
keadaan tidak aktif. Gunung Penanggungan sering disebut miniatur Semeru, karena
jika di lihat kondisi puncaknya sangat tandus, mirip Semeru. Ketinggian sekitar
1.653 mdpl, puncak penanggungan terdiri dari bebatuan cadas dan jarang di
tumbuhi pohon, hingga jika di lihat dari kejauhan mirip kepala botak tanpa
rambut.
Pada malam
hari, udara di puncak berkisar sekitar 10 - 15 derajat sedangkan pada siang
hari berkisar sekitar 15 - 25 derajat. Dari kaki sampai lereng bawah Gunung
Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit,
kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. Di bawah tegakan
pohon-pohon raksasa ini, tumbuh tanaman empon - empon seperti kunir, laos, jahe
dan bunga - bunga kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa
lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya menembus tanah. Sampai di lereng atas
ditumbuhi caliandra, yang bercampur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono.Caliandra
merah tampak mendominasi, tumbuh lebat hampir menutup permukaan tanah, walaupun
pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan
di puncak; hanya akar rumput gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya
batuan padas Gunung Penanggungan.
Keadaan
medan Gunung Penanggungan tidak berbeda dengan gunung - gunung lain : datar,
landai, miring, berbukit dan berjurang. Di kaki gunung, keadaan medannya landai
sampai sejauh 2 km. Naik ke atas kemiringannya berkisar 30 - 40 derajat. Di
bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 -50 derajat sepanjang 1 km. Sampai
di dada gunung, banyak jurang - jurang dengan kemiringan berkisar 50 -60
derajat; tanahnya berbatu sepanjang 2 km dari dada, leher sampai puncak gunung.
Medannya amat curam, berbatu, licin dan kemiringannya berkisar 60 -80 derajat
sepanjang 1,5 km. sampai di puncak, batu - batu padas nampak di sana - sini. Di
puncak terdapat lembah, barangkali semacam kawah yang sudah tidak aktif lagi.
Luasnya sekitar 4 ha. Tempat ini biasanya dimanfaatkan untuk base camp. Tempat
yang nyaman untuk menikmati keindahan pada malam hari.
Keesokan harinya pukul 8 pagi kami turun menuju jalur Trawas. Jalan turun tajam, curam dan licin. Untuk sampai di lokasi perkemahan bawah, saya sempat terpeleset sampat 6 kali. Di sini kami sempat berhenti beristirahat sejenak sambil menunggu beberapa teman yang tertinggal di belakang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan turun meskipun hujan mulai turun. Ternyata jalur ini cukup curan dan sangat licin pada saat hujan. Rasa - rasanya alas kami tidak ada remnya. Jatuh bangun menghiasi perjalanan kami menuju Trawas
Untuk
mencapai puncak Gunung Penanggungan terdapat 4 ( empat ) arah pendakian yaitu
via Trawas, Jolotundo, Ngoro dan via Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari
Desa Jolotundo dan Ngoro, di sepanjang jalan akan melewati candi - candi
peninggalan purbakala. Yang memilih start dari Desa Trawas dan Pandaan hampir
tidak menjumpai peninggalan purbakala.
Jalur Trawas
Untuk
mencapai Trawas, dari Surabaya atau Dari Malang naik bis menuju Pandaan, naik
lagi Minibus menuju ke Trawas. Selama perjalanan jalan yang dilalui sudah
beraspal. Dari Desa Trawas,Mojokerto,kita menuju ke desa Rondokuning ( 6 km )
dengan kendaraan roda 4 atau roda 2. Dari desa Rondokuning melewati jalan
setapak hutan alam menuju ke puncak Penanggungandengan memakan waktu sekitar 3
jam. Sepanjang jalan, pendaki akan melihat pemandangan dari celah - celah
lebatnya pohon kaliandra, puncak Gunung Bekel yang merupakan anak Gunung
Penanggungan terlihat angker. Rumah - rumah penduduk, pabrik - pabrik, sawah -
sawah terlihat di bawah.
Jalur
Jolotundo
Untuk
mencapai Jolotundo dari Trawas naik lagi minibus sekitar 9 Km. Desa Jolotundo
merupakan salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan (
6,5 Km ). Pendakian lewat Jolotundo membutuhkan total waktu 3 jam. Perjalanan
tidak melewati pedesaan, tetapi langsung menyusup ke dalam hutan alam.
kemiringan medannya 40 derajat, melewati jalan setapak. Di kanan - kiri
terdapat pohon - pohon besar. Hati - hati, di sekitar sini banyak jalan setapak
yang menyesatkan. Setelah perjalanan memakan waktu 1 jam, hutan alam terlewati,
berganti memasuki hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak.
Berjalan sekitar 30 menit pendaki melewati Batu talang, sebuah batu yang
panjangnya 7 km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang
memanjang seperti talang air menerobos hutan sampai ke Desa Jolotundo dan Desa
Balekambang. Dari Batu talang, terus menyusup hutan caliandra. Sekitar 300 m,
sampailah di Candi Putri, sebuah candi peninggalan Airlangga yang berukuran
7x7x4 m dalam keadaan tidak utuh. Candi Putri ini dikelilingi oleh hutan
caliandra yang sangat lebat. Dari Candi Putri, sekitar 200 m sampai di Candi
Pure, yaitu sebuah candi yang berukuran 7x6x2 m terbuat dari batu andesit. Dari
Candi Pure, sekitar 150 m sampai di Candi Gentong. Disini terdapat meja. Candi
gentong dan meja sebenarnya bukan candi, tetapi menurut masyarakat setempat
dinamakan candi. Candi Gentong merupakan peninggalan kuno yang terbuat dari
batu kali. Posisinya bersebelahan. Gentong terletak di sebelah Utara, meja
terletak di sebelah selatan tetapi dalam 1 lokasi. Gentong berdiameter 40 cm
bagian mulut dan 90 cm bagian perut, tebal 15 cm. Setengan badannya terpendam
di dalam tanah. Sedangkan meja panjang 175 cm, lebar 100 cm dan tinggi 125 cm.
Setelah melewati Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Lebih
kurang berjalan 50 m sampai di Candi Shinto. Keadaan candi sangat
memprihatinkan, panjang 6 m, lebar 6 m, tinggi 3 m, terletak di hutan wilayah
RPH Seloliman. Setelah melewati hutan kurang lebih 300 m akan ditemui candi
lagi, yaitu Candi Carik dan sekitar 300m Candi Lurah. Dan sampailah di puncak.
Jalur Ngoro
Untuk
mencapai Ngoro bisa dari arah Pandaan atau dari Arah Mojokerto. Dari arah
Pandaan naik minibus jurusan Ngoro sedangan dari arah Mojokerto naik minibus
menuju arah Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto karena
terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto;
persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah Utara. Dari desa Ngoro kita
menuju ke desa Jedong ( 6 Km ) dengan kendaraan angkutan pedesaan lalu
perjalanan di teruskan menuju dusun Genting sekitar 3 Km. Masyarakat Desa
Genting sebagaian besar penduduknya suku Madura. Dari dusun Genting, pendaki
naik ke atas memasuki hutan lindung, melewati jalan setapak menyusur ke atas,
kemudian menurun dan melewati Candi wayang dan sekitar 2 km menuju puncak
dengan medan yang sangat miring antara 70 - 80 derajat. Jalur lewat desa Ngoro
ini lebih sulit dibandingkan dengan jalur desa Jolotundo